Sengkarut Getah Pinus ‘ Melele ‘ , Kalem Nakal Bakal Jadi Incaran APH

Bagikan:

MEDIANTANEWS

MAKALE, – Carut – marut pengelolaan serta pembagian dana bagi hasil getah pinus melele dan terbongkar. Selain diduga adanya kebocoran pungutan, juga indikasi adanya perusahaan nakal yang beroperasi dengan ilegal dalam mengelola penyadapan getah pinus. Dana bagi hasil penggunaanya diduga tak tepat sasaran di lembang baik dari perusahaan maupun kegiatan kelompok perhutanan sosial.

Sengkarut pengelolaab hasil getah pinus dapat berujung dan menyeret para Kepala Lembang ( Kalem ) nakal untuk berurusan dengan aparat hukum. Guna mendapatkan temuan inspektorat daerah diminta segera turun untuk melakukan pemeriksaan. Ratusan juta sumber PAD dari hasil getah pinus diduga raib gegara minimnya pengawasan dan sistim pengelolaan penarikan jatah retribusi oleh pemerintah daerah.

Tak hanya soal kerusakan hutan pinus dan dampaknya bagi lingkungan, diduga dana segar dari pengelola rupanya sebagian mengalir ke kantong kepala lembang. Komisi 3 DPRD Tana Toraja sepakat minta Aparat Penegak Hukum ( APH ) lakukan proses serta tindakan hukum.

Hal itu mencuat dalam dengar pendapat OPD terkait pendapatan daerah , perijinan dan kerusakan lingkungan , KPH Saddang I serta mitra perusahaan pengelola getah pinus di Tana Toraja, Selasa 28 Mei 2024.

Sumber PAD dari retribusi getah pinus diduga mengalami kebocoran. Ribuan ton getah pinus bernilai milyaran rupiah pertahunnya pendapatannya untuk daerah mulai dikejar DPRD.

Tiga perusahaan penyumbang PAD getah pinus berdasarkan PKSO dengan ijin resmi dari pemerintah , PT Inhutani, CV Maido Lestari Abadi, dan PT Kencana baru bisa menyumbang PAD tahun 2023 sebesar 423 juta. Luasan potensi belum sebanding dengan hasil dan kontribusi bagi PAD.

14 kelompok perhutanan sosial hasilnya tak masuk ke kas daerah dana bagi hasilnya dikelolah pemerintahan lembang, sehingga sebagian keuntungannya masuk ke kantong pribadi kepala lembang. Termasuk dana bagi hasil perhutanan sosial dalam peruntukkannya tak jelas sasarannya.

Dewan juga minta agar tiga perusahaan diatas yang melakukan operasinya tetap menjaga kelestarian hutan dan lingkungan sesuai SOP dari pemerintah. Perusahaan lain lain tak berijin dan melakukan penyedapan atau pembelian tanpa dokumen resmi agar diawasi untuk diberikan tindakan tegas karena merugikan perusahaan yang sudah mengantongi ijin resmi dari pemerintah.

” Ini yang kita minta agar APH segera turun tangan memeriksa para kepala lembang dimana lokasi kegiatan perhutanan sosial dilakukan, inspektorat kita minta agar lakukan pemeriksaan ” ungkap Kendek Rante ketua Komisi 3 .

Dana bagi hasil pendapatan penyadapan getah pinus pembagiannya, 5 persen untuk pemprov, 3,5 prrsen untuk KPH, 2,5persen untuk pemkab dan 3,5 persen bagi pemerintah lembang ( tempat lokasi penyadapan ).

Namun begitu ternyata masih ada pungutan dari perusahaan untuk pemerintah lembang, sumbangan pembangunan dan dana buat tokoh adat setempat.

Peruntukan hasil pendapatan penyadapan getah pinus ini juga mengundang reaksi dewan untuk penggunaannya di lembang penarikan retribusinya. Termasuk kesepakatan dana bagi hasil untuk ditinjau dengan besaran alokasinya lebih menguntungkan pemerintah daerah. Perusahaan yang punya ijin resmi untuk dilundungi kegiatannya dan operasionalnya harus tunduk pada aturan dan ketentuan yang ditetapkan.

” Kita berharap ini jadi potensi besar dalam menggarap PAD, harap ini bisa dikelolah dengan baik, kemudian penggunaan dana bagi hasil untuk lembang ini agar diawasi juga, ” harap Welem Sambolangi ketua DPRD yang turut hadir dalam rapat tersebut.

( * / fred )


Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses