Jalan Buntu Menuju Eksekusi Rumah Adat, Pemda Diminta Gelar Kombongan

Bagikan:

MEDIANTANEWS

MAKALE, – Jalan buntu mediasi dan pertemuan untuk mengamankan dan menyelamatkan rumah adat Tongkonan Ka’pun di Kecamatan Kurra dari upaya eksekusi diminta untuk segera diambil alih oleh pemerintah daerah melalui bupati dan pimpinan DPRD. Dan selanjutnya diharap oula pemkab dan DPRD segera mengeluarkan regulasi perlindungan aset adat dan budaya dan peninggalan bersesejarah lainnya.


Gelar pertemuan adat ( Kombongan ) segera untuk bisa mendapatksn kesepakatan terhadap ancaman eksekusi bangunan adat berupa tongkonan yang bernilai sejarah sangat luar biasa itu.

Sebab jika itu tak ditangani, rumah adat tongkonan Ka’ pun bakal rata dengan tanah menyusul beredarnya surat pemberitahuan eksekusi yang dikeluarkan PN Makale akan dilakukan 8 Ontober 2025, mendatang.

Dan jika itu terjadi, bangunan bersejarah yang disebut sudah berumur ratusan tahun, punya nilai adat dan lambang identitas budaya yang memiliki harkat serta simbol kekeraban , bernilai pusaka yang dijunjung dan dihargai serta dikagumi akan sekejap lenyap oleh tindakan eksekusi yang dianggap terkesan sadis dan brutal.

Sadis karena karena lambang dan identitas kehormatan jiwa dan martabat kalangan warga Toraja dirusak tanpa nilai dan arti. Dalam pertemuan penyampaian aspirasi keluarga tongkonan Ka’ pun dengan pihak DPRD, dari salah seorang penggiat budaya menyebutnya sampah masih berarti dibanding puing- puing rumah adat yang dirusak dan dirobohkan oleh alat berat.

” Sampah masih bernilai karena bisa didaur ulang tetapi puing-puing rumah adat yang roboh dan rusak sudah tak ada ada lagi artinya, ” kata salah seorang diantara mereka yang datang menggelar aksi di DPRD Tana Toraja Kamis 2 Oktober 2025 lalu.

Tak ada jalan lain untuk menyelematkan bangunan bersejarah yang mengandung nilai sakral dalam peradaban warga Toraja selain intervensi dari pemerintah untuk menfasilitasi pertemuan adat atau kombongan untuk mendudukkan pihak bersengketa, para tokoh adat setempat dihadiri pihak PN Makale , sebab sebagian dari beberapa kalangan dan praktisi berpendapat kesepakatan adalah cara terbaik dalam menyelesaikan hukum perdata.

Memang sudah beberapa kali upaya mencari kesepakatan dan mediasi dilakukan , termasuk aksi unjuk rasa untuk menunda dan menghentikan eksekusi tapi lagi- lagi menjalani kebuntuan. Terahir pertemuan dan penyampaian aspirasi ke DPRD yang dihadiri bupati Tana Toraja Zadrak Tombeg dan wakilnya Erianto L Paundanan, Kapolres dan unsur lainnya pun belum juga ada titik temu apalagi solusi tepat yang akan diambil.

Sebab jika ini tak mendapat respon dari pemerintah terhadap perlindungan aset budaya bukan tidak mungkin, rumah adat Toraja bakal tak ada arti lagi apalagi jika informasi 16 rumah adat lagi yang akan jadi korban eksekusi maka sudah hampir pasti peninggalan dan simbol dan identitas adat budaya satu persatu akan sirna dan punah. Rasid juga berharap agar pemkab dan DPRD mengeluarkan regulasi soal perlindungan aset adat budaya serta peninggalan bersejarah lainnya.

” Mumpung masih ada waktu beberapa hari, segera gelar pertemuan adat, dudukkan pihak bertikai dihadapan para tokoh adat setempat, jika bisa ada jalan keluar untuk mengamankan rumah adat dari upaya eksekusi, bupati dan DPRD bersama jajaran forkompimda untuk bisa memfasilitasi pertemuan ini, jangan sampai eksekusi ini berlangsung bringas tanpa mwmpertimbangkan nilai- nilai adat, nilai sakral dari sebuah bangunan yang sungguh sangat bernilai sejarah, ” harap Rasid Mappadang penggiat LSM

Dan jika memang tidak ada jalan lain dari upaya mediasi dalam mendapatkan kesepakatan, Rasid mengusulkan agar Pemkab memohon mengambil alih aset tersebut untuk dijadikan dan diusulkan untuk menjadi cagar budaya untuk menjadi destinasi wisata sekaligus sebagai bukti kuat kuat pemerintah daerah dalam melestarikan aset adat dan budaya peninggalan leluhur orang Toraja.

Rasid berharap untuk semua pihak bisa tahan diri dan mengambil peran dengan tepat. Kasus hukum yang menimpa keluarg Tongkonan Ka’pun kata dia adalah menjadi keprihatinan bersama. Aset keluarga berupa rumah adat tua yang ada didalam objek sengketa untuk bisa agar jadi pertimbangan untuk tidak turut dirobohkan.

Soal kasus hukum dan pihak yang bersengsekata kata Rasid itu bukan ranahnya untuk dia berkomentar tetapi soal local wisdom sebagai warga yang tahu menghargai adat dan budaya ia berani berbicara.

Semua pihak menurut Rasid untuk bersikap arif dan bijaksana. Hukum positif harus dihormati dan ditegakkan tetapi kearifan lokal tetap harus jadi perhatian untuk juga harus dihargai lleh semua pihak untuk tetap terjaga.

” Karena kalau upaya kesekapatan ini terwujud , rumah adat tua itu tetap kokoh berdiri diatas ranah sengketa maka disitulah makna bahwa rumah adat atau tongkonan memang memiliki nilai sakral yang kuat dalam mempersatukan jiwa raga dan tubuh warga Toraja, kita boleh bersengketa soal harta, tetapi darah daging kita tidak boleh dicabik- cabik, kita satu diatas satu wadah yaitu tongkonan, ” kunci Rasid.

( * / fred (


Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses