Dedikasinya Berinspirasi Inklusi Torehan Manis Mengenang Almarhumah Pdt DM Anggui Pakan

Bagikan:

NEDIANTANEWS

RANTEPAO,- Sosoknya jadi wanita hebat Gereja Toraja yang pernah ada, dedikasinya tinggi berinspirasi mulia berprilaku inklusi. Ia telah tiada namun sisi kehidupannya abadi dan layak teladan. Inspirasi kebaikan yang telah didedikasikannya menjadi catatan dan torehan manis hidupnya yang selalu akan dikenang.

Dia adalah almarhumah Pdt Damaris Maartje Anggui Pakan, S.Th. ‘The dedicate’ layak disandang dalam mengenalnya di panggung pelayanan gereja Toraja . Dedikasinya jadi semangat dalam pengarusutamaan gender dalam gereja sudah ia miliki sejak awal.

Tembang rohani karya Natasya Nikita Di Doa Ibuku jadi lagu tema ibadah upacara penguburannya yang dinyanyikan massal dalam acara di Tongkonan Rante Ma’dika, Londa Toraja Utara , Jumat 9 Mei 2025. Begitu juga dengan lagu Kareba Mepakarannu ciptaan Didy Damanik syair Pdt M Samperitti S.Th juga jadi pujian utama oleh para pendeta perempuan Gereja Toraja sebagai persembahan paduan suara mengenang pengurapannya jadi pendeta wanita pertama Gereja Toraja. Lagu itu diciptakan khusus dalam acara di Jemaat Rantepao tahun 1986 silam.

Khotbah ibadah penguburan oleh pdt Dr Kristian Tanduk sekum BPS Gereja Toraja mengusahkan sejumlah kisah inspiratifnya. Hidupnya berkuatan kelembutan jadi senjatanya yang jitu dalam menjalakan pilihannya.

Merubah obsesinya dari mau jadi pramugari untuk berbalik memilih pelayanan untuk sebagai pendetac bukan hal yang mudah. Masuk STT Jakarta dan selesai 1965 harusnya ia bisa saja kehilangan masa depan karena Gereja Toraja belum dan tidak menerima wanita sebagai pendeta. Kesabaran dan kegigihannya ia lakoni dengan tabah, ia terus mendedikasikan dirinya dalam berbagai ragam pelayanan.

Jadi dosen di STT Rantepao dan STT Intim Makassar ia geluti dengan penuh rasa pengabdian hingga tahun 1986 barulah ia diurapi jadi pendeta setelah sinode Gereja Toraja menyetujui dan membuka kesempatan bagi wanita untuk menjadi pendeta.

Dalam hidupnya sebagai pendeta, almarhumah pdt DM Anggui memperlengkapi dirinya sebagai misioner dengan jiwa pelayanannya yang inklusi, tidak membeda-bedakan, sabar dan teguh dalam menghadapi dinamika pelayanan. Pelayannya inklusi, tak membedakan, semua dia layani dengan baik.

Pdt Kristian Tanduk menyebutnya sebagai ibu sumber mata air kesejukan. Ketika jadi dosen ia dikenang selalu menempatkan mahasiswanya selayak anaknya, selalu dan saling dekat, memilih tenang daripada marah apalagi membentak semua didikan dan ajarnya ia lakukan dengan cinta dan kasih.

Di rumah dan dengan anak- anaknya pun ia begitu. Mendidik dengan berdoa dan kerap harus ia melinangkan airmatanya dan pilihan sikap daripada harus marah, apalagi dendam bagi keluarga, anaknya pun dengan siapa saja.

Banyak teladan yang harus memang diingat dari almarhumah Pdt DM Anggui Pakan, dalam mengajar dan mendidik maupun dalam pengabdiannya selaku pendeta ia dikenang selalu berbahasa cermat dan teliti mudah dipahami dan didengar.

Jadi istri dari Pdt AJ Anggui yang pernah menjabat ketuaumum
BPS Gereja Toraja dan anaknya Pdt Dr Alfred Anggui yang kini berhasil mengikuti jejak bapaknya jadi ketua umum BPS Gereja Toraja bukan hal yang mudah dan kebetulan, semua itu bisa terwujud dibalik kiprahnya sebagai perempuan bukan biasa-biasa saja, dia luar biasa bukan saja untuk dirinya tetapi juga bagi keluarganya dan banyak orang.

Kata Pdt Kristian , almarhumah telah mencatatkan kebaikan dan diwariskan kepada banyak orang, ia telah berhasil dalam pilihan hidupnya

” Keteladannya yang diukir adalah menghargai, mendengar dan berpaut dengan Tuhan , pilihan mama telah tuntas yang memilih hidupnya untuk Tuhan, ” kenang Pdt Kristian dalam khotbahnya.

Reputasinya jadi pendeta pertama terus melijit dengan berbagai prestasi baik untuk Gereja Toraja tetapi juga gereja-gereja di Indonesia bahkan di tingkat gereja internasional.

Menjadi pendeta ke 197 yang diurapi 31 Maret 1986 untuk jadi pelayan di jemaat Rantepao telah merubah semangat para perempuan gereja Toraja untuk menjadi pendeta semakin nampak menggeser pola eksklusif menjadi inklusif sekaligus jadi benih awal pengarusutamaan gender di internal Gereja Toraja. Buktinya dari 1353 pendeta Gereja Toraja, 1017 diantaranya yang disebut aktif, 517 diantaranya adalah perempuan sisanya sebanyak 500 itu adalah laki-laki. Sudah sedikit melampaui jumlah laki-laki.

Lalu bagaimana kenangan dimata anaknya. Pdt Alfred dalam sambutannya mengenang almarhumah ibunya sebagai sosok yang berinspirasi kebaikan. Ia menyebut almarhum ibunya dalam mendidik dia dan saudaranya dengan penuh cinta dan kasih, meski sering mereka berbuat untuk seharusnya dimarahi.

” Saya mengingat mama hampir tanpa kata yang menyakitkan, benar mama mendidik berkali – kali dengan air mata dalam.menasehati , saya tidak pernah sit dalam meminta, mama ini memang baik, baik bagi semua orang, ” kenang Alfred seraya menyebut almarhum mamanya sosok yang sederhana.

Almarhum dalam rekam jejak didiknya hampir ia lalui di luar Toraja. SD hingga SMA di Makassar , kuliah di Jakarta tak membuatnya enggan, lupa untuk mengenal malahan dia kembali mengabdi meembaktikan dirinya di Toraja untuk gereja dan pebdidikan .

Perjalanan kariernya dan biografinya, lahirnya di Rantepao 5 September 1941, menikah dengan Pdt AJ Anggui 4 September 1965 dikarunia 3 orang anak kandung satu anak angkat beberapa cucu dan satu cicit. SD , SMP dan tamat di SMA 1 Makassar, tamat STT Jakarta 1965, diangkat dosen STT Rantepao, jadi dosen STT Intim Makassar, Dirpro Perempuan Gereja Toraja, 1985 jadi ketua PP PWGT.

31 Maret 1986 diurapi jadi pendeta di Jemaat Rantepao , jadi pimpro motivator wanita Gereja Toraja kemudian dimutasi dan diurapi jadi pendeta di Jemaat Dadi Makasar 12 September 1993 hingga pensiun 22 Seotember 2003 silam. Almarhum meninggal di rumah sakit Elim Rantepao 30 April 2025 dalam usia 83 tahun.

Upacara dan ibadah penghiburan hingga penguburannya dalam beberapa ungkapan dan sambutan sejak meninggal suasananya meski dilingkupi perasaan duka sontak kerab mengharu kagum dan jadi perayaan sebagai tempat mengingat dedikasi kebaikan kehidupan pelayanannya yang sarat nilai dan makna baik bagi warga Gereja Toraja maupun masyarakat kalangan lainnya.

Ibadahnya selalu ramai dengan pujian baik paduan suara mauoun solo dan berbagai ungkapan rasa duka dari berbagai pihak. Selamat Jalan Ibunda kekasih ‘ the dedicate ‘ berinspirasi inklusi, kami selalu mengenangmu.

( * / fred )


Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses