MEDIANTANEWS
MAKALE, – Jelang kegiatan Toraya Ma’ Kombongan 2025, 16 – 18 Desember 2025 di Makale , kini memunculkan tanggapan. Kegiatannya disebut model Musyawarah Perencanaan Pembangunan ( Musrembang ) jauh dari hakekat kombongan, bahkan bisa meleset dari apa yang menjadi harapan warga ditengah kecemasan polemik sekarang ini.
Sosialog dan pengamat kebijakan publik Dr Kristian HP Lambe menilai kegiatan itu sama seperti laiknya musrembang bukan kombongan yang diinginkan masyarakat. Namun kata dia kegiatan itu sangat baik dan penting , sayangnya dapat jadi tak menjawab keresahan warga dalam menghadapi polemik hukum terhadap adat dan budaya Toraja.
Tema Ma’ Kombongan Toraya 2025 adalah Kontekstualisasi dan Transfer Nilai – Nilai Budaya Toraja dalam Pembangunan Tana Toraja Menyongsong Indonesia Emas 2045 dianggapnya bahasan yang cukup melebar dan ia kwatir tak akan menjawab masalah yang berkembang di masyarakat sekarang ini.
Padahal kata dia, Kombongan diusulkan publik setelah adat budaya Toraja dirundung isu dan masalah serius yang jadi pro kontra di tengah masyarakat. Kemasannya disebut pula dan sebaiknya jadi bahan acuan untuk keperluan penyempurnaan sebuah RPJMD.
Kombongan menurut Kristian yang juga staf dosen pasca sarjana UKI Paulus Makassar adalah peristiwa adat berupa pertemuan atau musyawarah secara luas atau besar untuk membicarakan dan menyelesaikan masalah sosial, adat dan budaya secara bersama dengan kedamaian da kerukunan untuk memperoleh kesepakatan bersama.
Lanjutnya, sangat kontra dan jadi melebar di kegiatan tersebut. Materinya bahkan pembicara serta temannya tidak fokos dengan masalah adat dan budaya Toraja yang kini sedang terjadi. Salah satu isu penting yang mestinya dibahas adalah soal tongkonan yang tertimpa kasus hukum dan berbagai polemik lainnya.
Meski begitu ia mengatakan kegiatan Toraya Ma’ Kombongan 2025 itu sangat bagus hanya saja kata dia terlalu jauh dari apa yang sebenarnya tetjadi dan dialami warga Toraja sekarang ini.
” Kegiatan sangat bagus hanya saja momentumnya sudah lewat kalau disebut Ma ‘ kombongan jika dihat dari materinya dan pembicaranya ini mirip musrembang , karena melibatkan unsur publik bisa juga mirip konsultasi publik, masalah yang kini berkembang luas dan jadi polemik besar adalah adat dan budaya Toraja itulah yang mau dibuatkan Kombongan, fokus dan jangan melebar kalau kita mau menemukan solusinya, ” jelas Dr Kristian yang juga penggiat dan pemerhati isu Inklusi dan penulis buku, Minggu 14 Desember 2025.
Materi Ma’ Kombongan yang beredar itu akan dilakukan dengan kerangka acuan berbagai bidang, mulai dari bidang pendidikan dan kebudayaan, ekonomi dan lingkungan hidup hingga agama, politik, hukum dan SDM , pariwisata dan kesehatan dengan pembicara dari luar dan di Toraja dari berbagai latarbelakang dan profesi.
Materi dan panduannya setebal 50 halaman cakupan bahasannya mulai diskusi hingga telaan rumusan laiknnya sebuah kegiatan seminar dipandu oleh kerangka acuan melalui materi yang disiapkan panitiannya.
Kristian berharap forum Ma’ Kombongan dapat menjafi solusi bagi persoalan dan isu adat dan budaya, peran tokoh adat dan pemangku lainnya. Karena itu ia kata dia sebaiknya lebih banyak melibatkan tokoh dan pemerhati, karens memang latar belakan ma’kombongan dilakukan karena adanya dilema adat budaya Toraja.
” Kita berhrap Toraya Ma’ kombongan 2025 fokus saja pada masalah yang sedang terjadi sekarang , sda solusi , masalah adat dan budaya serahkan kepada pemangku adat dan pemerintah bersama tokoh terkait lainnya, kegiatan Toraya Ma’ Kombongan ini saya tak katakan salah , sangat baik tetapi forum dan materinya jauh dari konteks dan hakekat kombongan seperti yang harapkan publik,” kuncinya.
( tim / redaksi )














